Halaman

Rabu, 27 Juni 2012

Jangan Menunggu Godot

Esai R Giryadi

Waiting for Godot, naskah drama karangan Samuel Beckett ini terasa sekali gaungnya sampai sekarang. Menunggu Godot, selalu dikaitkan dengan situasi absurd. Memang tidak terlalu meleset. Dari judulnya sudah menawarkan sesuatu yang serba kemungkinan. Menunggu menggambarkan situasi absurd itu sendiri. Antara datang dan tidak. Antara berubah atau tidak. Menunggu berarti relativitas yang tak habis diperdebatkan.

MONUMEN

Naskah Drama
R Giryadi

SUASANA MENJELANG SORE HARI, DISEBUAH KOTA YANG SIBUK DAN MACET. LAMPU KOTA MULAI MENYALA, PERTANDA KEHIDUPAN MALAM AKAN DIMULAI.
DARI SUDUT GELAP, DATANG SEGEROMBOLAN PENGAMEN JALANAN –PENGAMEN APA SAJA-  SEDANG BERJALAN MENUJU KE ALTAR MONUMEN YANG BERDIRI DI TAMAN KOTA.
MEREKA TERDIRI, SEORANG LAKI-LAKI MUDA MENYANGKLONG KENDANG BUTUT, IBU TUA MEMBAWA TAS PLASTIK dan ALAT PENGERAS SUARA SEDERHANA, MENGGANDENG SEORANG BAPAK TUA JUGA MENYANGKLONG SITER DAN GONG BUMBUNG.

1.                  Kodrat
Kita istirahat dulu Mbok, Pak. Tanganku sudah panas, seharian ngendang terus.
2.                  Mbok
Tenggorokanku juga sudah terasa kering dan panas... (batuk)
3.                  Kodrat
Itu gejala flue...
4.                  Mbok
Terlalu banyak nembang...
5.                  Kodrat
Kalau ada uang beli obat flue..

Selasa, 26 Juni 2012

PENJARINGAN DAN SELEKSI KARYA-KARYA SENI PILIHAN

PENJARINGAN DAN SELEKSI
KARYA-KARYA SENI PILIHAN
(Seni Pertunjukan, Seni Rupa, Media Rekam, Sastra)

A.    PENGANTAR

JAWA TIMUR BICARA , merupakan tema dari program Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, dalam mendorong dan memfasilitasi lahirnya karya-karya seniman Jawa Timur yang punya kebaruan dalam konsep dan visualisasinya.
Sudah lama seniman Jawa Timur Tidak melahirkan karya- karya yang dinilai fenomenal, karya yang membumi dengan persoalan-persoalan mutakhir  yang mengedepankan  kekayaan  budaya  Jawa Timur. Oleh karenanya, dalam JAWA TIMUR BICARA, Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur dengan mengikut sertakan beberapa orang yang  selama ini dipandang  sangat intens  dalam mengamati, mendiskusikan dan mau berbuat untuk perkembangan karya-karya seniman  yang punya nilai KEBARUAN , untuk menjadi kurator pada Seni pertunjukan ( Musik, Tari, Teater ), Audio Visual dan Seni Rupa, dan menjadi Juri Pada karya sastra. Karya- karya ini kami namakan sebagai KARYA PILIHAN.
Tahun 2012 adalah awal dari pelaksanaan JAWA TIMUR BICARA melalui KARYA-KARYA PILIHAN para seniman Kreator  Jawa Timur yang sangat  memiliki potensi untuk melahirkan karya-karya  yang akan menjadi fenomenal.

Kamis, 21 Juni 2012

PENYUTRADARAAN

(Sebuah Pemberontakan Tiada Akhir) 
Oleh : R Giryadi 
Disampaikan untuk pelatihan
penyutradaaraan Teater Roda
Unisda Lamongan, 
12 April 2009


I. Prolog
Saya pernah mendapat ‘protes’ dari teman seprofesi di teater saat diskusi pementasan Setan dalam Bahaya (29/1/2005) karya Tawfiq Al-Hakim yang saya sutradarai. Menurut teman saya, mengapa saya tidak melakukan pembongkaran naskah itu, menjadi sebentuk nilai (lain) yang  ditawarkan pada penonton. Karena menurut teman saya itu, dia sudah berkali-kali menonton garapan Setan Dalam Bahaya dengan bentuk yang sama, yaitu meja, buku, dan tiga actor yang menghuni sebuah ruangan yang mirip ruang belajar.

Rabu, 20 Juni 2012

Percakapan dari Dalam Kulkas

Melihat Peradaban Baru dari Sumenep
Oleh: R Giryadi

Peradaban  yang  modern  menghasilkan kehidupan baru yang maju berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi  di  pihak  lain juga  mengakibatkan  kesengsaraan  dan penderitaan yang besar. Kapitalisme  menimbulkan  kesengsaraan  bagi  para  buruh  dan petani,  sedangkan  imperialisme  dan kolonialisme menyebabkan penderitaan yang parah  sekali  bagi  bangsa-bangsa  Asia  dan Afrika.
Karena itu terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa komunisme yang juga didasarkan materialisme dan yang  kemudian menyebabkan  Revolusi  Komunis  di  Rusia.  Reaksi  yang tidak se-ekstrim komunisme  adalah  sosialisme  yang  memperjuangkan kehidupan   yang  lebih  baik  bagi  kaum  buruh  dan  petani. Imperialisme dan  kolonialisme  mengakibatkan  persaingan  dan pertentangan   antara   bangsa-bangsa   Eropa   sendiri,   dan menimbulkan perang besar.

Zombi Teater dan Mental Pemangku Kesenian

Esai ini saya teruntukan mbak Ratna Sarumpaet dan mas Radar Panca Dahana  yang sedang berpolemik, di koran Kompas, medio Desember 2005. Tetapi esai ini tidak pernah dipublikasikan oleh Kompas.
Oleh : R Giryadi

Sudah menjadi tabiat pejabat di negeri ini, ketika mendapat kritik dari pihak lain (meski kritik itu konstruktif), serta merta akan melakukan penolakan, dengan tanpa memberikan argument yang lebih menarik dari para pengkritik. Hal ini sungguh menjadi fenomena yang cukup menarik, ketika Indonesia sedang belajar demokrasi.
Fenomena itu tidak hanya terjadi dalam ranah kekuasaan politik saja, tetapi (ternyata) juga telah menghinggapi pejabat kesenian kita. Ini sungguh ironi yang terus patut dipertanyakan. Sudah siapkah pejabat kesenian bersikap lebih arif dari para pejabat pemerintah yang anti kritik itu?

Naskah dan Sutradara

Oleh: R Giryadi
(materi workshop teater untuk guru SD/MI Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, 24-26 Februari 2011)

Riwayat teater bermula dari upacara-upacara pemujaan keagamaan di Yunani sekitar 500 tahun sebelum Masehi. Dari upacara-upacara keagamaan inilah pertumbuhan drama/teater mulai muncul. Upacara-upacara keagamaan pada saat itu menggunakan topeng-topeng yang menggambarkan roh nenek moyang. Dan masing-masing orang memerankan atau merasuki roh nenek moyang yang dimaksud.  Dari situlah, pola-pola seni pertunjukan terbentuk.
Nah, seiring perkembangan pemikiran manusia, cerita-cerita tentang mythos roh nenek moyang terus hidup. Namun lambat laun mythos pun juga tergusur seiring dengan munculnya nilai-nilai baru. Agama atau upacara-upacara lambat laun juga terpisah. Demikian juga fungsi aktor dan pendeta juga terpisah. Inilah yang kemudian oleh Oscar G. Brockett  disebut ‘the material for drama’.
Namun kunci untuk memahami asal-usul teater terdapat pada tulisan-tulisan Aristoteles. Menurut Aristoteles, manusia mempunyai naluri untuk meniru, dan manusia juga senang meniru orang lain, dan juga senang melihat hasil tiruannya. Aristoteles menekankan: peniruan merupakan metode ajar manusia dalam memahami duniannya.
Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Poetics mengatakan, plot (jalan cerita) adalah peniruan terhadap lakon (action). Waktu seseorang menulis naskah drama atau membacanya, menonton naskah tersebut dipentaskan, pada dasarnya orang tersebut melakukan peniruan, baik secara khayali ataupun secara jasmani terhadap lakon.

Kamis, 14 Juni 2012

Zaman Keemasan Teater di Surabaya Sudah Berakhir

Oleh : Rakhmat Giryadi

Kalau boleh ekstrim, pada dasawarsa 90-an, Surabaya mengalami jaman keemasan teaternya. Pada zaman itu, semangat para pekerja teater begitu tinggi. Pada tahun-tahun itu terasa sekali denyut kehidupan teater. Bahkan ada puluhan teater yang aktif, menghidupkan iklim perteateran Surabaya.
Boleh diingat, pada waktu itu, ada teater Jaguar, Dua Lima, Pavita, Rajawali, Nol, Ragil, Sanggar Soeroboyo, Teater Api Indonesia, Bengkel Muda Surabaya, di tambah dengan aktivitas teater di beberapa kampus-kampus yang aktif berpentas.
Pada masa itu, kegitan teater di Surabaya begitu marak, apalagi ditambah dengan adanya festival-festival yang representatif. Demikian juga banyak kritikus yang menyumbangkan pikirannya hingga menjadikan iklim teater Surabaya tidak hanya sekedar ramai di panggung-panggung tetapi juga di media massa. Akhudiat, Max Arifin, H. Bambang Ginting, Autar Abddilah, Zeinuri, L. Makali, adalah orang-orang yang sering menulis berbagai hal tentang teater.

PERSIAPAN MENJADI AKTOR



(disampaikan untuk workhshop guru teater sekolah dasar-Dinas Pendidikan Jatim, Hotel Victory Batu, 6-8 Maret 2012)

Oleh: R Giryadi
(pekerja teater)
Prolog
Sebelum menjadi pelakon/pemeran/aktor, ada baiknya, mari kita memahami ‘siapa aktor’ dan bagaimana kedudukannya dalam sebuah pertunjukan teater dengan perangkat artistik lainnya.

Saya menyederhanakan persiapan pemeran menjadi beberapa bagian. Sebenarnya, persiapan menjadi aktor tidak hanya disiapkan saat sekian waktu sebuah pertunjukan akan digelar, tetapi, aktor profesional telah menyiapkan hidupnya sebagai bagian dari mempersiapkan dirinya menjadi aktor di atas panggung.

Karena itu mari kita simak persiapan menjadi aktor dengan bahasa yang sederhana saja.

Komik Indonesia, Pandangan Sepintas Lalu

R Giryadi

Memasuki dekade 70-an hingga 80-an dengan kehadiran komik-komik impor dan terjemahan Barat (Eropa dan Amerika) komik lokal melahirkan tokoh superhero adaptasi Barat (Gundala, Maza, dan Godam) walau di masa itu ada komik wayang R.A Kosasih. Kosasih sendiri bahkan pernah terpengaruh superhero dengan menciptakan superhero wanita Sri Asih. Disusul dekade 90-an hingga saat ini serbuan dari komik terjemahan asal Jepang membentuk pengaruh visual pada komikus. Periodisasi ini bukan dimaksudkan sebagai gambaran mutlak. Batasan tahun hanya untuk memperlihatkan adanya perubahan gradual pecinta komik di Indonesia seiring hadirnya komik-komik impor.
Keterpengaruhan komik impor dapat disebut sebagai indikasi postif dengan munculnya kegairahan komikus mengeksplorasi karyanya sekaligus negatif lantaran komik yang terbit saat itu rata-rata memiliki ciri serupa: superhero (70-an dan 80-an) dan manga (90-an sampai sekarang). Mungkin jika tak terjadi missing link komikus masa kini dapat melakukan ”pemberontakan” seperti Hasmi dan Wid N.S yang membuat komik fiksi ilmiah-superhero ketika di masa itu sedang tren komik silat karya Ganes Th.

Rabu, 13 Juni 2012

BIOGRAFI KURSI TUA

Oleh : R Giryadi

Sebuah kursi tua tergantung. Pucat. Tapi angkuh! Seseorang dengan nada sekenanya menyanyi-nyanyi tanpa beban. Ia seorang pemuda. Dengan pakaian sekenanya. Tanpa menenteng apa-apa, selain megaphone. Tiba-tiba ia ngomong seperti orang meracu.

1. SESEORANG
Saudara-saudara, saya disini tidak akan melakukan orasi. Saya juga tidak melakukan provokasi. Ini tidak ada kaitannya dengan demo-demo, meski saya membawa megaphone. Ini alat untuk saya berbicara agar saudara-saudara mendengar. Karena sekarang sudah banyak orang yang telinganya pada budge! Bukan karena apa, tetapi sok mbudeg, alias ‘emang gue pikirin!’
Saya sengaja membawa alat ini agar suara saya didengar. Sebagai generasi masa depan suara saya harus didengar. Harus! Tidak bisa ditawar-tawar. Kalau mau nawar, asal harganya cocok ndak papa. Eh, jangan salah sangka lagi. Masalah harga tidak meski berhubungan dengan uang, tetapi harga diri juga bisa kan?
Ya, memang saya datang ke ruangan ini atau tepatnya di rumah bapak saya ini karena masalah harga diri. Harga diri saya dilemahkan. Suara anak tak pernah digubris oleh bapak yang sudah keenakan ongkang-ongkang di kursi goyang. Semakin dibiarkan, semakin mengakar. Ia tak pernah menghiraukan suara saya, sebagai anaknya. Sebagai manusia, harga diri saya merasa dilecehkan.