(disampaikan untuk workhshop guru teater
sekolah dasar-Dinas Pendidikan Jatim, Hotel Victory Batu, 6-8 Maret 2012)
Oleh: R Giryadi
(pekerja teater)
Prolog
Sebelum
menjadi pelakon/pemeran/aktor, ada baiknya, mari kita memahami ‘siapa aktor’
dan bagaimana kedudukannya dalam sebuah pertunjukan teater dengan perangkat
artistik lainnya.
Saya
menyederhanakan persiapan pemeran menjadi beberapa bagian. Sebenarnya,
persiapan menjadi aktor tidak hanya disiapkan saat sekian waktu sebuah pertunjukan
akan digelar, tetapi, aktor profesional telah menyiapkan hidupnya sebagai
bagian dari mempersiapkan dirinya menjadi aktor di atas panggung.
1. Aktor
Sebuah
pertunjukan drama atau teater membutuhkan seorang pemeran/pelakon/aktor.
Melalui pelakon inilah drama atau teater berlangsung. Melalui pelakon
nilai-nilai drama bisa terungkap. Melalui pelakon konflik dalam drama bisa diwujudkan.
Seorang
pelakon, menjadi ‘alat’ untuk menghidupkan teks drama yang ditulis oleh seorang
penulis naskah drama. Kehadiran pelakon,
menjadi penting dari teks drama itu sendiri. Karena melalui pelakon, wujud teks
drama bisa hidup.
Namun
bagaimana seorang pelakon mampu menghidupkan teks drama itu dalan kenyataan
teater? Inilah yang menjadi menarik kita bicarakan. Karena bagimanapun seorang
pelakon adalah tetaplah pribadi yang
utuh, yang mungkin berbeda dengang tokoh yang ada dalam teks drama. Artinya,
seorang pemeran atau pelakon atau aktor/aktris adalah seniman yang dengan
profesi dan prestasinya tidak terlepas dari unsur-unsur kemanusiaan yang umum.
Fungsinya
dalam sebuah pertunjukan drama, seorang pelakon juga menjadi penafsir dan
mewujudkannya dalam tafsir peran yang telah ditemukan, secara sadar melibatkan
diri dalam keutuhan kerja ensambel.
Pun
demikian, kerja penafsiran ini, tetaplah tidak lepas dari konsep peran yang
telah digariskan sutradara berdasarkan naskah, serta mengembangkannya dalam
kenyataan teater (saat pertunjukan berlangsung). Melaksanakan kerja sama dengan
pemeran lain serta semua unsur produksi dalam kerja ensambel.
Pada
dasarnya tidak sesederhana itu tugas dan fungsi aktor atau pelakon dalam sebuah
pertunjukan drama. Masalah yang dihadapi oleh seorang pelakon, memang agak
unik. Seorang pelakon berada dalam posisi antara ketegangan tokoh (teks) dan
pribadi (pelakon) yang utuh sebagai manusia yang punya latar belakang kejiwaan
sendiri.
Dengan
penguasaan teknik pemeranan, seorang pelakon harus mendayagunakan dan
menyatukan secara proporsional seluruh peralatan pemeranannya. Dengan modal
ketrampilan dan bakat yang dipunyai ia harus mampu menampilkan gagasan menjadi
wujud watak-watak yang nyata, dengan efek yang diperhitungkan bagi penontonnya.
Karena
itu, seorang pelakon dituntut untuk bisa mengevaluasi dirinya sendiri dan dalam hal ini ia harus (bisa)
mengembangkan apa yang disebut sebagai ‘double
vision of himself’ (berperan ganda), yaitu sebagai (a)‘creator of role’
(sebagai pencipta peran) dan sebagai (b) ‘the embodiment of a character.’
(mewujudkan karakter)
a.
Sebagai kreator atau pencipta peran, ia tetaplah
individu yang hidup dan menyumbangkan kepekaan seninya dalam kerja kolektif
seni teater. Sebagai individu ia juga adalah wakil pribadi sutradara yang ingin
membentangkan renungan seorang pengarang.
b.
Sebagai pelakon (bagian dari seni drama) ia
dituntut untuk menghidupkan naskah di atas pentas (mewujudkan karakter).
Sebagai ‘alat artistik’ ia kadang-kadang bertindak sebagai benda mati dan
menuruti perintah dari yang ‘memperalatnya.’
Mengingat
begitu pentingnya seorang pelakon, ia dituntut untuk memenuhi (memiliki)
kualitas-kualitas tertentu. Karena itu, pelakon juga dituntut tidak sekedar mengembangkan talent, skill,
creativity, tetapi juga menunjukan personality seorang pemain.
Untuk
mencapai itu, seorang pelakon harus mempunyai: kempuan, mau belajar, dan
latihan secara kontinyu. Pegangan pokok seorang pelakon adalah: belajar,
berkarya, berdisiplin dan bertanggungjawab, mempertahankan kepribadiannya.
Seorang
pemeran harus selalu belajar meningkatkan daya tangkapnya terhadap ide-ide
sutradara dan belajar membuat ide-ide yang akan disodorkannya dalam sebuah
latihan.
Karenanya
menjadi pelakon perlu memiliki sumberdaya dasar yang harus dijaganya yaitu:
jasmani dan rohani. Menguasai sumberdaya dasar ini sangat penting, sebelum
seorang pelakon memasuki ‘peran’ yang sebenarnya.
2. Fisik Aktor
Seorang
aktor bekerja dengan fisiknya. Ia hadir dalam ruang pertunjukan sebagai sosok
yang plastis. Ia hadir bukan lagi sebagai dirinya tetapi sebagai ‘orang lain’
yang direpresentasikan lewat gerak tubuh, mimik, dan emosi.
Fisik
seorang aktor adalah alat utama yang harus dikuasai atau dilatih sehingga mampu
hadir sebagai sosok yang meruang dalam sebauh pertunjukan drama.
Penguasaan
fisik ini meliputi: penguasaan tubuh/badan. Seorang aktor harus menguasai
kelenturan tubuhnya, ketegangan dan kekendoran otot-ototnya.
Seorang
aktor perlu menguasai anggota tubuh/badannya yang meliputi penguasaan terhadap
jaringan-jaringan otot kepala, tangan, kaki dan lain sebagainya.
Seorang
aktor juga perlu memiliki kualitas suara yang baik. Hal ini meliputi dengan
kualitas pernapasan, kualitas vokal, pengucapan, resonansi, dan ragam warna
vokal.
Pancaindra
seorang aktor juga perlu diasah dalam kaitannya dengan kepekaan-kepekaan
menangkap fenomena di atas pentas (kenyataan panggung). Panca indra itu
melingkupi daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasaan kulit panas
dingin dan perasaan lidah, dan lain sebagainya.
Untuk
mendapatkan fisik yang baik, seorang aktor perlu mempersiapkan dengan latihan:
olah tubuh, olah vokal, dan olah panca indra (kepekaan)
Latihan
olah tubuh terdiri dari latihan-latihan yang meliputi ; peregangan otot, melatih
kelentukan tubuh terutama tulang punggung, melatih persendian, dan memperkuat
stamina.
Latihan
olah vokal terdiri dari latihan-latihan dasar yang meliputi: latihan
pernafasan, pemanfaatan suara, dan latihan pengucapan, artikulasi dan diksi.
Tubuh
dan gerakan seoarang pelakon sering dipersoalkan karena terkadang seorang pelakon
berdiri, berjalan, dan bergerak tampak kaku. Karena itu, tubuh, gerstur, mimik
adalah juga alat bicara.
Gerakan
tubuh tertentu dapat menunjukan kejemuan, kegembiraan, duka, kejengkelan, dan
lain sebainya. Bahkan dalam gerakan tertentu menyarankan perwataknyannya;
seorang tua, penggelisah, tidak sabar.
Banyak
sekali calon pemain yang merasa kikuk dan kaku bergerak diatas pentas, meskipun
diluar pentas ia mampu bergerak dengan luwes sekali. Namun ketika diatas
pentas, meletakan tangan, kaki, dan dirinya dalam satu posisi tertentu saja
terkadang begitu tidak wajar, bahkan cenderung kaku.
Sebab
itu seorang calon pemain harus berlatih rilek. Untuk bisa rilek di atas
panggung, seorang pemeran harus menguasai pernapasan. Dengan menguasai
pernapasan tubuh menjadi rilek, rasa kikuk dan kaku hilang. Bahkan dengan
penguasaan tubuh yang baik, seorang pemeran akan mampu menyampaikan aktingnya
dengan wajar.
Seorang
pelakon perlu memiliki tubuh yang siap mengabdi pada akting. Dan karenanya
menyiapkan tubuh yang lentuk untuk kondisi apapun perlu dimiliki oleh seorang pelakon.
3.
Rohani
Aktor
Rohani
seoarang pelakon, sesuatu yang tidak begitu saja tampak dalam panggung. Karena
rohani aktor meliputi faktor internal pelakon yang ada dalam diri pribadi.
Tetapi tidak bisa dibohongi, pancaran rohani ini akan tetap membekas dalam
sebuah praktik pemeranan. Karenanya menjadi pelakon, pengalaman rohani akan
memberikan kualitas keaktorannya.
Penguasaan
sarana rohani itu meliputi, pikir dan rasa, yang di dalamnya terdapat masalah
etika (sikap hidup dan moral), daya intelegensia (sikap pemikiran dan logika
yang wajar), dan masalah estetika (memiliki kepekaan pada keindahan).
Untuk
mampu menggali rohani, seorang pelakon perlu melakukan latihan-latihan
diantaranya latihan konsentrasi.
Konsentrasi adalah suatu kesanggupan yang memungkinkan seorang pelakon
mampu mengerahkan semua kekuatan rohani dan pikiran ke arah sasaran yang jelas
dan melanjutkannya secara terus menerus selama dikehendaki.
Dasar
dari ajaran konsentrasi adalah penguasaan diri sendiri, sedangkan upaya penguasaan
diri sendiri itu hanya dapat dicapai melalui telaah diri dan berlatih secara
mandiri.
Selain
penguasaan diri sendiri, seorang pelakon harus mampu menggali emosi-emosi yang
mungkin sudah terkubur dalam ingatan. Inilah yang disebut ingatan emosi.
Ingatan
emosi sangat dibutuhkan oleh seorang pelakon pada saat ia merepresentasikan
emosi-emosi tertentu bagi kelangsungan peran yang sedang dijalankan. Untuk
mewujudkan itu bukanlah pekerjaan mudah. Karena itu, seorang pelakon dituntut
bisa menggali emosi-emosi dalam dirinya yang mungkin bersesuai dengan peran
yang sedang di bawakan.
Iangatan
emosi adalah perangkat sang pelakon untuk bisa mengungkap atau melakukan
hal-hal yang berada di luar dirinya-berdasar pada telaah pada diri, bertelaah
pada sumber-sumber motivasi atau lingkungan motivasi yang bisa diamati dan
dimanfaatkan sebagai sumber akting.
4. Aktor dan Naskah
Dimana
posisi aktor, pemeran atau pelakon, ketika teks drama itu diwujudkan dalam
suatu pertunjukan?
Aktor
atau seniman pemeran adalah seniman yang mewujudkan peran lakon (sosok-sosok
pelaku di dalam sebuah cerita atau lakon) kedalam realita seni pertunjukan.
Tugas
seorang pelakon adalah menafsiran tokoh yang sedang diperankan. Penafsiran ini
tak lepas dari kemampuan pelakon untuk menggali ide-ide pengarang terhadap
tokoh dalam teks drama.
Menafsirkan
tokoh adalah menggali seluruh kemungkinan watak/karakter, idea-idea tokoh dalam
kaitannya dengan seluruh tokoh-tokoh yang hadir dalam rentang waktu drama
berlangsung.
Namun
sebagai seniman ia tidak bisa lepas dari unsur-unsur kemanusiaan yang umum, dan
juga fungsinya sebagai manusia utuh dalam lingkungan serta tata nilai tempat ia
hidup dan berkarya. Karena itu, aktor dalam kedudukannya sebagai manusia yang
hadir mewakili tokoh teks drama, menjadi sulit ketika terjadi tarik-menarik
dirinya dan tokoh yang sedang diperankan.
Karena
itu keberadaan seorang pelakon di tengah kegiatanya sebagai seniman penampil,
tergantung kemampuan mengolah tiga unsur pokok yang ada pada dirinya. Ketiga
unsur tersebut adalah ‘Pelakon dan dirinya’, ‘Pelakon dan lakon’, ‘Pelakon dan
produksi.’
Pelakon
dan dirinya, mengacu pada posisinya dalam seni peran. Yang menjadi media seni
peran adalah diri pelakon itu sendiri. Yang dimaksud diri adalah tubuh dan sukmanya
(bukan tubuh dan sukma tokoh yang sedang diperankan).
Pelakon
dengan dirinya adalah pelakon dengan seluruh sumber daya yang dimilikinya.
Termasuk di dalamnya panca indra, anggota tubuh, vokal (suara), imajinasi,
emosi, daya ingat, dan intelegensia.
Semuannya
itu adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan, idea-dea tokoh yang ada dalam
teks drama. Namun bagaimana pesan-pesan atau idea-idea tokoh itu mampu hadir
pada penonton dalam pengertian yang utuh, bukan sebagai sosok dirinya tetapi
sebagai sosok tokoh yang sedang diperankan?
Inilah
yang dimaksud dengan ‘Pelakon dan lakon’. Dimana posisi si aktor (diri) dalam
menghadapi diri yang lain dalam sebuah lakon. Sebagai Pelakon ia juga harus
bekerja sama dengan perangkat-perangkat di luar dirinya (pelakon) dan diri
(tokoh dalam teks drama).
Pelakon
harus tahu bagaimana sebuah naskah ditafsirkan
agar ia mengerti penafsiran yang diberikan padanya oleh sutradara. Menghadapi
sebuah naskah, mula-mula secara kasar seorang pelakon, mencoba mencari apa yang disebut ‘dramatic material’, yaitu
segala sesuatu yang ada di dalamnya atau disarankan olehnya: ucapan-ucapan,
watak, tata pentas, ide-ide, dan lain-lain.
Bahan
dramatik ini lalu digolongkan pada apa yang disebut ‘nilai-nilai’ untuk para
penonton. Nilai-nilai itu bisa terdiri dari; nilai-nilai intelektual, nilai
emosional, dan nilai abstrak.
Pemeran
akan menghadapi dua nilai yaitu: intrinsik yang terkandung dalam naskah dan
ekstrinsik (di luar naskah) seperti dengan dirinya sendiri, sutradara, aktor
lain, pentas, setting, property, dan lain-lain.
Dalam
menghadapi naskah pelakon perlu melakukan hal-hal: A. Analisa pikir dan rasa terhadap gambaran watak yang akan
dibawakannya. B, identifikasi
terhadap watak. C, personifikasi
terhadap watak yang akan dibawakannya. D,
hadir dalam pentas dengan bantuan sutradara. E, latihan diluar latihan.
5. Aktor dan Vokal
Vokal,
suara dan cakapan sering disebut kendaraan imajinasi. Karena itu vokal atau
suara aktor sangatlah menentukan bagaimana imajinasi itu sampai kepenonton
dengan kadar yang meyakinkan.
Secara
formal unsur suara dalam pemeranan biasa disebut sebagai vokal untuk membedakan
dari pengertian bunyi yang umum.
Fungsi
vokal (suara) yaitu sebagai perangkat ekspresi manusia. Sebagai perangkat
ekspresi pemeran, vokal telah bertambah fungsi dan takarannya, menjadi alat
yang bisa dibentuk dan dimainkan, dalam rangka untuk mewujudkan gambaran
lengkap sosok peran.
Namun
pada dasarnya setiap aktor mempunyai daya lontar vokal yang memadai juntuk
berekspresi. Selain itu muatan emosi vokal masing-masing aktor juga
berbeda-beda.
Sebelum
menentukan casting ada baiknya seorang pemeran dinilai suaranya. Dengan suara
yang berkualitas baik, idea-idea drama dimungkinkan sampai pada penonton. Tidak
hanya terdengar indah, tetapi kualitas suara bisa juga mempengarui suasana
batin penonton yang mendengarnya.
Suara
pemain adalah bagian yang palingkhas dan telanjang dalam pemeranan.
Kedudukannya tidak bisa diakal-akali (dikamuflase) atau ditambal sulam dengan
teknik lain.
Olah
vokal, suara dan pengucapan mengacu pada kemampuan berbicara dengan kadar emosi
tertentu, sederhana dan terpancar dari hati.
6. Aktor dan Ruang
Yang
dimaksud ruang adalah atmosfir. Atmosfir teater terjadi atas empat usur:
naskah, pemain, tempat pertunjukan dan penonton yang ‘berinteraksi’ dalam satu
kesatuan waktu tertentu.
Atmosfir
teater bisa tercipta bila sebuah naskah lakon dipertunjukan dengan tingkat
permainan secara optimal, bertenaga dan berpengaruh. Untuk mencapai itu, perlu
kerja ensemble antar unsur artistik teater yang dipandu oleh seoarang
sutradara.
Sebagai
aktor, ia harus mampu berada dalam ruang tersebut. Atau dalam istilahnya laku
meruang. Laku ini berada dalam posisi yang pas antara keseluruhan irama, tempo,
permainan, dalam satu kesatuan waktu.
Teater
merupakan satu kesatuan unsur idea (naskah), permainan, tempat bermain dan
penonton. Maka laku dan kata yang meruang itu artinya lahir dari seni akting
dan penguasaan vokal yang mampu berkomunikasi dengan penontonnya.
Ruang
dalam teater adalah media yang hidup dan dihidupkan secara insani, karena itu
ia adalah sarana ekspresi yang harus diperlakukan secara kreatif.
Tugas
utama seorang pemeran/pelakon adalah membawakan peran sesuai dengan porsi yang
tersedia untuknya. Laku pentas yang meruang mengandung arti karya pemeran
tersebuyt telah memenuhi standar kelayakan karya seni, baik secara teknis telah
memiliki tiga unsur utama; membawa penjelasan, memperlihatkan suatu
pengembangan, dan mengacu pada suatu kesatuan (unity).
7. Aktor dan Aktor
Bermain
drama adalah bekerjasama. Karena itu aktor hadir tidak lepas dengan keberadaan
aktor-aktor lainnya yang memerankan tokoh lain. Karena itu, sebagai aktor juga
harus mampu menempatkan diri diantara aktor-aktor yang lain.
Penempatan
diri ini menyangkut bagaimana aktor mampu berinteraksi dengan baik, sehingga
kerja aktingnya merupakan kerja komunikasi yang intens bersama aktor yang lain,
sekecil apapun bentuknya.
Aktor,
meski sedang menjalani sebagai peran utama (protagonis) harus tetap memahami
posisi dan porsi peran-peran lain seperti peran antagonis, yang sangat
bertentangan dengan peran yang sedang diperankan. Begitu sebaliknya.
Keberadaan
aktor dalam sebuah pemeranan, tetap tidak akan lepas dari aktor lain. Karenanya
dalam berakting seorang aktor harus mempertimbangkan perkembangan tokoh-tokoh
yang lain, sehingga aktingnya dalam porsi yang pas.
Sebagai
aktor ia harus mampu bekerjasama dengan aktor lain dalam mencapai tujuan sebuah
drama. Pada intinya suksesnya permainan itu terletak pada kesempurnaan cara
menanggapi di antara para pemain. Kecuali untuk adegan monolog, adegan ini
tidak dihidupkan oleh seorang pemain saja, melainkan harus dibantu oleh
pemeran-pemeran lainnya.
Dengan
kata lain, seorang pemeran, tidak bisa berdiri sendiri di atas pentas.
Aktingnya merupakan hasil kerjasama, memahami, merespon, mendengar, bersama
pemeran-pemeran lain dalam rentang waktu yang sama.
Seorang
aktor protagonis tidak akan hidup tanpa hadirnya aktor antagonis. Begitu pula
sebaliknya. Coba sekarang bayangkan, betapa janggalnya bila masing-masing aktor
ingin menonjolkan diri-sendiri dalam berperan di pertunjukan drama?
8. Aktor dan Sutradara
Siapa
sutradara? Apakah sutradara penting kehadirannya dalam sebuah pertunjukan
drama, kalau aktor sendiri sudah mampu menafsirkan sebuah teks drama?
Apa
yang dimaksud sutradara atau penyutradaraan di Indonesia pada umumnya tidak
berpadanan dengan kata directing
dalam bahasa inggris. Di Indonesia, jika seorang sedang menyutradarai, dia
sedang tidak melakukan penyutradaraan, tetapi sedang mengajari bermain drama.
Sering
kita jumpai, seorang sutradara menjadi penafsir utama dalam sebuah proses
memahami peran dalam teks drama. Karenanya seorang aktor, (dalam kondisi
tertentu) akan menjadi alat penyampai tafsir dari sang sutradara.
Kondisi
ini justru akan menyulitkan aktor untuk mengembangkan permainannya, karena
tuntutan tafsir dari sang sutradara. Meski tugas utama sutradara adalah
menafsirkan naskah bukan berarti, segala tafsir harus berpangku padanya. Karena
aktor tetaplah memiliki pribadi yang utuh untuk menafsirkan peran yang sedang
disandangkan.
Karena
itu, antara aktor dan sutradara perlu bekerja sama dalam fungsinya untuk
mewujudkan tafsir teks drama yang selaras.
Sutradara
sebagai penafsir utama dan aktor sebagai penafsir kedua, haruslah mempunyai
tujuan yang sama. Sebagai panafsir utama, tugas sutradara memberikan dorongan
kesadaran diri para pemain (penafsir kedua) agar dapat mengembangkan tafsir
utama, menjadi motif aktingnya. Disini sutradara harus berusaha agar pemain
menyadari bahwa hal itu sangat penting dalam pembentukan lakon.
Disinilah
peran aktor sangat penting. Aktor tetap dituntut mampu mengembangkan
intruksi-intruksi sutradara sesuai dengan tafsirnya.
Analisis
isi, analisis struktur, anailis sosok peran yang telah dibuat sutradara,
haruslah menjadi bagian yang memberi peluang dalam mengembangkan laku si aktor.
Dari
analisis-analisis itulah nalar akan terbuka, dan daya kreatifpun akan bergetar,
untuk menghayati secara mendalam dalam membawakan laku secara pas, dan
melaksanakan peran dengan takaran yang berimbang dalam azas keutuhan,
keseimbangan, dan keselarasan.
Epilog
Itulah
persiapan yang harus dilakukan oleh seorang aktor. Tentunya persiapan ini sangat
sederhana, dan masih bisa dikembangkan. Bergantung seberapa jauh kita
menginginkan takaran keaktoran itu menjadi berbobot hingga pertunjukan lebih
menarik.
Karena
itu semua perpulang pada peserta workshop. Selebihnya mari kita diskusi dan
berpraktik.
@@@
Bahan Bacaan:
1.
Bagi Masa Depan Teater Indonesia, Arifin
C Noer dkk, (1983), PT Granesia Bandung
2.
Kumpulan Drama Remaja, A.Rumandi (edt),
(1988), PT Gramedia, Jakarta
3.
Menjadi Aktor, Suyatna Anirun,
(1998),Studiklub Teater Bandung
4.
Menjadi Sutradara, Suyatna Anirun
(2002), STSI Press Bandung
5.
Tentang Bermain Drama, Rendra (1989),
Pustaka Jaya, Jakarta
6.
Teater, Sebuah Perkenalan Dasar, Max
Arifin (1980), Nusa Indah, NTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar