Melihat
Peradaban Baru dari Sumenep
Oleh: R Giryadi
Peradaban yang
modern menghasilkan kehidupan
baru yang maju berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di
pihak lain juga mengakibatkan
kesengsaraan dan penderitaan yang
besar. Kapitalisme menimbulkan kesengsaraan
bagi para buruh
dan petani, sedangkan imperialisme
dan kolonialisme menyebabkan penderitaan yang parah sekali
bagi bangsa-bangsa Asia
dan Afrika.
Karena itu
terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa komunisme yang juga didasarkan
materialisme dan yang kemudian menyebabkan Revolusi
Komunis di Rusia.
Reaksi yang tidak se-ekstrim
komunisme adalah sosialisme
yang memperjuangkan kehidupan yang
lebih baik bagi
kaum buruh dan petani.
Imperialisme dan kolonialisme mengakibatkan
persaingan dan pertentangan antara
bangsa-bangsa Eropa sendiri,
dan menimbulkan perang besar.
Yaitu perang
dunia ke-1 dan
ke-2. Rasionalisme dan individualisme juga menimbulkan keangkuhan manusia yang
berlebihan. Berdasarkan materialisme
dikatakan bahwa Tuhan itu
hanya hasil dari otak manusia;
dengan kata lain orang tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peradaban (baru)
modern merupakan peradaban Barat yang terbentuk
setelah
bangsa-bangsa Eropa melampaui
masa Abad Pertengahan. Perkataan "modern" di sini adalah
"Eropa centris"atau
"Barat centris" karena
sepenuhnya bersangkutan dengan kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan
di Eropa Barat.
Peradaban modern adalah
peradaban Barat yang terbentuk
pada Zaman Modern itu. Oleh karena itu
sejak abad ke-16
dunia Barat berhasil melebarkan sayapnya
ke seluruh dunia
dan pada abad ke-20 berada pada
zenith kemampuannya, maka pengaruh
atau dampak peradaban modern
itu terasa dimana-mana di dunia, baik dalam arti positif maupun negatif.
Alienasi
Sebagai
akibat dari cara
berpikir rasional, maka
terjadi dorongan untuk merubah
posisi suatu individu dari masyarakat. Tadinya individu hanyalah suatu unsur masyarakat
tanpa arti tersendiri. Pemikiran
rasional menuntut pembebasan diri dari kukungan masyarakat itu. Kemudian
bahkan memberikan individu sebagai nilai
tertinggi dalam masyarakat
itu. Orang berpendapat bahwa
hanya dengan individu
yang memiliki kebebasan penuh
akan terciptalah kemajuan. Lahirlah apa yang dinamakan individualisme.
Bersamaan dengan
itu, timbulah pemikiran bahwa
seluruh orang di
dunia adalah sama
dan bersaudara. Ini mendorong terjadinya Revolusi Prancis
dengan semboyannya Liberte, Egalite,
Fraternite, atau Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan. Inilah
yang menjadi permulaan
dari liberalisme atau dalam bahasa Prancis dikatakan laissez faire, laissez
passer. Individualisme dan liberalisme
menghasilkan kapitalisme.
‘Percakapan dari
Dalam Kulkas’ karya teater Lentera STKIP-Sumenep merupakan citra manusia yang
teralienasi akibat gelombang modernisme. Gelombang modernisme telah menciptakan
manusia dalam diri yang terasing dengan dunianya. Manusia seperti kehilangan
eksistensi. Bahkan dalam penggambaran yang paling tragis, ‘Percakapan dari
Dalam Kulkas’, mencitrakan manusia yang tidak memiliki kepribadian bahkan tidak
memiliki masa lalu.
Bagi masyarakat
individualis individu adalah sesuatu yang nisbi, sesualu yang mengancam dan
absolute. Karena itu setiap individu harus ‘dimusuhi’ bahkan dimusnahkan. Dan
karena itu bangsa Eropa dengan pemikiran individualismenya, menyeberang sampai
ke asia dan menguasai seluruh sumber daya alam, tanpa menghiraukan eksistensi
manusia Asia.
Dari tekad dan
keberanian pada penemuan
baru itu memberikan buah yang bukan main besarnya kepada mereka.
Tidak saja mereka dapat sampai ke tanah
sumber rempah-rempah di Asia,
mereka bahkan dapat
menemukan satu tanah yang kaya sakali, yaitu Amerika.
Maka sejak abad
ke-16 bangsa Eropa semakin
kaya.
Kekayaan itu dihubungkan dengan cara berpikir rasional,
menimbulkan pandangan yang mementingkan
benda atau materi. Apalagi
ketika ilmu pengetahuan
dapat mendorong berkembangnya
teknologi yang semakin maju.
Maka terjadilah Revolusi Industri
di Eropa Barat yang merubah
produksi dari produksi rumah ke pabrik,
dan dari produksi
perorangan ke produksi massal.
Bagi Teater
Lentera, peradaban baru telah menyisakan kegetiran yang permanent. Manusia
malah tidak mampu berpikir rasional. Rasionalitas yang diagungkan oleh kaum
modernisme malah telah merongrong eksistensi manusia. Manusia hanya menjadi
angka-angka, bahkan manusia hanya sebentuk simulakara belaka. Hakekatnya
modernisme yang mengagungkan rasionalisme di jagat masyarakat urban telah
mengasingkan mereka dalam kehidupan yang absurd.
Cara Pandang yang Unik
Teater Lentera
telah ‘menuding’ rasionalisme telah bobrok. Spritualitas, dan humanitas manusia
telah diputar balikan menjadi materi, materi, dan materi. Manusia (barangkali)
masih berharga dari sekaleng bir di dalam kulkas atau sekerat daging sapi yang
membeku. Manusia telah benar-benar kehilangan manusia ketika berada di rimba
produk kapitalisme.
Disaat seperti
itu, manusia kembali pada kepekaan purbawinya, mencari lorong-lorong terjauh
yang telah lama ditinggalkannya. Manusia mencari mimpi-mimpi masa kecilnya yang
tertindas oleh berbagai citraan produk modernisme seperti TV, video games,
handphone, internet, dan lain sebagainya. Dan disana, mimpi-mimpi itu mengendon
menjadi sebuah harapan-harapan.
Percakapan dari
Dalam Kulkas merupakan harapan-harapan yang bisa jadi hanya mimpi-mimpi masa
kecil yang telah terkubur. Carut marut kehidupan telah menyebabkan kejadian,
pikiran, perasaan, hanya sebuah impresi-impresi yang tak terbaca secara nyata.
Manusia (modern) hanya menjadi pengigau yang paling mulia.
Sebuah proses
pembacaan yang unik ini terjadi di tengah masyarakat yang sama sekali masih
‘mengugemi’ tradisi. Teater Lentera mencoba melompati ruang dan waktu
tradisinya yang mengekal. Mereka mencoba mentransisikan sikap kritisnya itu ke
dalam medium yang tidak asing bagi generasinya. Tradisi telah ditinggalkan
sedemikian rupa dan mencoba membuka peradaban barunya cukup dari dalam kulkas.
Dari sanalah
teater Lentera mengungkap berbagai ketergagapan tradisi dan bahkan masyarakat
urban menterjemahkan sikap kritisnya terhadap budidaya modernisme itu. Dan
uniknya mereka tidak mewakili masyarakat tertentu, tetapi mewakili dirinya
sendiri yang merasa terasing dengan dunia teks yang meluber bagai buncahan laut
yang mengikis sedikit demi sedikit hutan bakau sepanjang pantai.
Percakapan dari
Dalam Kulkas mencoba merefleksikan ketergagapan teks modernisme dari berbagai
dimensi. Dan kita tak akan menemukan cerita di sana selain keterasingan diri kita sendiri.
Terasing sama sekali!
R Giryadi
Sutradara Teater
Institut Unesa tinggal di Sidoarjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar